Tuesday, October 15, 2013

Sekeping Hati dalam Sekantung Daging Kurban

BY HUM IN , No comments

Kurban (pic: magetanindah.com)





“Ma, si Adli barusan narik-narik kambing gedhe banget lho Ma, lebih gedhe dari kambing yang kita beli kemarin…”, suara gadis kecil membuyarkan sosok yang sedang bersantai menikmati sore yang cerah itu.

“Apa..?!!”
“Pa..Papa..!! Lihat tu tetangga sebelah, kambingnya lebih gedhe dari punya kita..!”, suara nyaring berteriak menyahut.

“Papanya juga bawa sapi yang gemuk tu, Ma..”, si gadis kecil menambahkan sebuah informasi yang cetar membahana di telinga Mamanya.

“Papa..!! Ayo cepat kita ke tukang jualan hewan kurban yang kemarin. Bawa pulang kambing dan sapi yang paling besar. Pokoknya satu kompleks ini tidak boleh ada yang lebih besar dari hewan kurban kita..!”, tampang polos dengan wajah lucu si gadis kecil menatap heran Mamanya yang tiba-tiba seperti orang kesurupan.

***

“Mak, kita masih mau muter kemana lagi?”, seorang gadis kecil berjalan terseok mengikuti langkah cepat emaknya.

“Sudah, ayo cepetan jalannya. Di rumah Haji Sanusi lagi dibagiin kupon buat pembagian hewan kurban besok. Nanti kita ke tempat Haji Aceng dan Haji Fikri juga..”, sang emak langsung nyerocos sambil menyeret tangan sang gadi kecil.

“Lho, bukannya kita sudah dapat tiga kupon tu Mak? Buat Emak satu, Adik satu dan Putri satu. Bisa jadi malah berlebih nanti tidak habis kita makan lho, Mak..”, Putri menimpali sambil berlari kecil mengikuti tarikan sang Emak.

“Halah, kamu anak kecil tahu apa? Orang-orang yang kaya saja pada dapat dianterin daging kurban. Kita ini orang miskin, setahun sekali juga belum tentu makan daging. Lagian orang-orang kaya yang pada berkurban itu akan lebih senang kalau melihat orang kayak kita ini antri berjubel berebut daging kurban. Semakin banyak orang yang antri berebut, artinya semakin hebat mereka, tambah kesohor dilihat orang”, emaknya terus nyerocos menceramahi si gadis kecil yang sesekali mengangguk-anggguk sambil tertawa riang, tetap tidak paham dengan maksud emaknya.

***

“Ayo cepetan..!! Dah keburu mulai  nanti Sholat Ied-nya..”, pagi-pagi yang cerah diwarnai dengan omelan khas emak-emak.

Di kejauhan terlihat barisan rapi jamaah berpakaian putih bersih berjajar di tanah lapang. Suara khotbah terdengar sayup-sayup membelah pagi yang senyap.

“Nah, bener kan..sudah mulai khotbah tuh, dah ketinggalan Sholat Ied kita ni. Papa sih kelamaan mandiin si Kecil..”,  suara menggerutu terdengar dari mulut emak-emak dengan muka yang manyun.

“Sudahlah Ma, tenang..kita nggak usah ikut sholat Ied nggak papa, yang penting nanti kita datang pas acara nyembelih hewannya tu. Ntar kan pasti disebut satu-satu siapa yang berkurban. Kita tunjukin ke orang-orang siapa yang paling besar hewan kurbannya..”, sang Papa menimpali dengan kata-kata bijaksananya.

Sayup-sayup terdengar suara takbir menyeru Sang Maha Besar..

Allaahu akbar.. Allaahu akbar.. Allaahu akbar…..

Laa - ilaaha - illallaahu wallaahu akbar…
Allaahu akbar walillaahil - hamdu…





Salam,
HUM





*terinspirasi ketika berjibaku mengejar telat Sholat Ied pagi ini

0 comments:

Post a Comment