Hawa mudik lebaran sudah mulai terasa. Bau angin Pantura seolah terbawa menusuk hidung yang kembang kempis ini. Bayangan bermacet ria di jalanan ada di depan mata. Ehh..tunggu dulu, kan sudah ada Tol Cipali. Bisa melesat cepat nih pulang kampung tahun ini :)
Yup, Tol Cipali (Cikopo-Palimanan) telah diresmikan oleh Presiden Jokowi hari Sabtu, 13 Juni 2015 dan dibuka untuk umum mulai Minggu, 14 Juni 2015 jam 00:00 dan masih dibuka gratis sekaligus untuk evaluasi kondisi jalan. Hasil sementara sudah tercatat beberapa kecelakaan yang terjadi. Mudah-mudahan tidak perlu bertambah lagi sehingga acara mudik tetap lancar.
Kontroversi muncul ketika Tol Cipali ini diresmikan oleh Presiden Jokowi. Dua kubu Jokowi (Hater & Lover) saling bersitegang. Para Haterberanggapan bahwa Jokowi menjadikan Cipali sebagai prestasinya, padahal dibangun pada masa pemerintahan SBY. Jadi sebenarnya Cipali ini bukan hasil kerja Jokowi, hanya menikmati hasil jadi saja dan paraLover menganggap itu sebagai hasil kerja kerja kerja Jokowi.
Sebenarnya kontroversi Tol Cipali ini muncul juga sebelumnya, yaitu masalah penamaan. Sebelumnya Tol ini disebut Cikapali, diambil jadi Cikampek-Palimanan. Penamaan ini menjadi masalah ketika penguasa daerah Purwakarta protes dan menyampaikan bahwa ujung Tol ini bukan di Cikampek yang notabene masih masuk wilayah Karawang, melainkan di Cikopo yang masuk wilayah Purwakarta. Demi meluruskan kenyataan itu akhirnya Tol Cikapali resmi diganti menjadi Tol Cipali saat diresmikan oleh Jokowi, meski papan petunjuk di jalan Tol masih mengadopsi nama Cikapali, mungkin belum sempat diganti.
Mengamati fenomena Tol Cipali ini saya jadi teringat sebuah film fiksi ilmiah yang saya tonton beberapa waktu yang lalu dan tertarik untuk membahasnya. Interstellar, film super keren ini coba saya kaitkan dengan Cipali.
Kontroversi peresmian oleh Jokowi yang dianggap prestasinya maupun masalah pemilihan nama tadi saya pikir hal yang terlalu sepele untuk diperdebatkan, sangat tidak mengena esensinya. Pemikiran tentang masa kini, egosentris dan sangat dangkal. Kenapa saya perlu kaitkan dengan film Interstellar? Baiklah, saya coba refresh sedikit cerita tentang film ini. Bagi yang pernah menonton bisa jadi muncul komentar "film yang membingungkan". Bagi saya film Interstellar garapan Nolan ini merupakan salah satu film super duper keren yang pernah saya tonton, baik dari sisi penyajian maupun esensi ceritanya. Begitu dalam dan penuh filosofi. Buat yang belum pernah nonton film ini boleh coba browsing resensi filmnya. Intinya film ini berkisa tentang perjalanan menembus batas dan waktu untuk memperjuangkan kelangsungan hidup umat manusia dengan resiko mengorbankan diri maupun keluarga. Sebuah perjalanan lintas galaxi untuk menemukan sumber kehidupan baru ketika diprediksi kondisi bumi sudah tidak memungkinkan untuk ditinggali oleh anak cucu di kelak kemudian hari. Sebuah filosofi cukup tinggi jika kita lihat dan bandingkan dengan apa yang setiap hari kita temui di media. Berita tentang politik, korupsi, sikut sana-sini, memperjuangkan hak-hak pribadi maupun golongan dengan mengabaikan orang lain, apalagi memikirikan masa depan bangsa ini atau bahkan umat manusia di dunia ini. Sungguh ironis.
Sebuah dialog yang mengisyaratkan sebuah pemikiran yang berimbang sempat saya note ketika tokoh utama sedang galau antara tetap tinggal bersama keluarganya atau pergi ke angkasa luar yang belum tentu berhasil dan bisa berkumpul lagi dengan keluarganya.
"Kau tak bisa memikirkan keluargamu saja, pikirkan hal lebih besar dari itu."
Jawaban sang tokoh sangat mengena, "Aku memikirkan keluargaku dan jutaan keluarga lainnya."
"Kita harus berpikir, bukan sebagai individual, tapi sebagai spesies."
Sebuah jawaban dari pemikiran revolusioner seorang pemimpin. Seimbang antara memikirkan keluarga dan orang lain, karena merasa bagian dari keluarga besar. Jadi tidak berpikir di awal untuk mengorbankan salah satunya.
"Kau tak bisa memikirkan keluargamu saja, pikirkan hal lebih besar dari itu."
Jawaban sang tokoh sangat mengena, "Aku memikirkan keluargaku dan jutaan keluarga lainnya."
"Kita harus berpikir, bukan sebagai individual, tapi sebagai spesies."
Sebuah jawaban dari pemikiran revolusioner seorang pemimpin. Seimbang antara memikirkan keluarga dan orang lain, karena merasa bagian dari keluarga besar. Jadi tidak berpikir di awal untuk mengorbankan salah satunya.
Sangat bertentangan dengan yang kita jumpai di saat ini. Begitu ambisinya para pejabat dan pemimpin kita untuk memikirkan dirinya dan keluarganya, kroni-kroninya, kerabat dekatnya dengan mengabaikan atau bahkan mengambil hak jutaan keluarga lainnya.
Misi dari perjalanan luar angkasa yang dikisahkan di film Interstellar ini penuh dengan muatan ilmiah di dalamnya. Bagaimana hubungan teori relativitas yang dikaitkan dengan perjalanan menembus waktu dan dimensi ini. Sebagai ilmuwan, para tokoh di sini sadar dengan resiko perbedaan waktu relatif yang akan terjadi. Satu jam mereka di planet lain sama dengan 7 tahun waktu di Bumi. Waktu begitu berharga untuk misi yang mereka jalankan, sebuah misi yang mereka sadar dari awal bahwa kecil kemungkinan berhasil atau bisa dirasakan oleh keluarga mereka saat ini, tapi untuk masa depan.
Satu adegan yang cukup menyentuh adalah ketiga rombongan menyisakan satu orang tetap di pesawat sedang team yang lain mendarat di planet baru dengan perbedaan gravitasi dengan bumi sehingga memunculkan relativitas waktu. Hanya beberapa jam mereka pergi dan ketika kembali ke pesawat menjumpai teman mereka sudah tambah tua beruban. 23 tahun lamanya dia menunggu dengan hampir putus asa team akan kembali ke pesawat. Yang paling menyentuh adalah di akhir cerita ketika sang tokoh akhirnya berhasil kelmbali ke Bumi dan ketemu dengan anak perempuannya yang saat ditinggalkan masih kecil, saat bertemu sudah menjadi seorang nenek tua yang dikelilingi oleh anak cucunya. Nenek tua yang bertemu dengan ayahnya yang masih muda. Nenek tua yang berkeyakinan penuh akan perjuangan ayahnya untuk umat manusia. Nenek tua yang melanjutkan tongkat estafet dari apa yang telah dimulai oleh pendahulunya. "Akan kuselesaikan apa yang kau mulai."
Saya jadi berandai-andai, coba Jokowi menonton film Interstellar ini kalau belum pernah, sempatkan di sela-sela kesibukannya. Atau minimal baca resensi dari film ini. Dan bukan hanya Jokowi, tapi semua pejabat pemerintah, para pemimpin instansi, aparat pemerintah dan pemimpin-pemimpin yang lainnya termasuk kita tentunya sebagai pemimpin keluarga, minimal memimpin diri sendiri buat yang masih jomblo.
Jika kita berpikir revolusioner seperti esensi film Interstellar tadi maka tidak ada perdebatan siapa yang berjasa atas Tol Cipali. Memang tugas Jokowi untuk meresmikan apa yang sudah dimulai oleh SBY bahkan mungkin digagas oleh Soeharto atau malah ide dari pemikiran Soekarno? Sebagai pemimpin bangsa harus siap menerima tongkat estafet dari pemimpin sebelumnya dan jangan lupa berpikir untuk menyerahkan tongkat estafet berikutnya bukan saling berebut tongkat, pukul memukul, jegal menjegal dengan target sesaat. Berpikirlah untuk masa depan, masa yang akan datang bahkan ketika kita tidak lagi bisa menikmatinya.
"Waktu itu relatif, paham!"
"Waktu bisa merenggang, waktu bisa mengkerut, tapi...waktu tak bisa mundur! Tak bisa !"
"Waktu bisa merenggang, waktu bisa mengkerut, tapi...waktu tak bisa mundur! Tak bisa !"
0 comments:
Post a Comment