PSK adalah profesi (pic: mediaindonesia.com) |
Bisnis prostitusi saat ini memang melibatkan secara eksplisit kaum wanita sebagai yang menjalani profesi itu, belum kita jumpai adanya lokalisasi yang berisikan kaum lelaki. Dari fakta lapangan ini memposisikan kaum wanita sebagai objek dari bisnis ini sehingga digeneralisir menjadi "korban" dari bisnis syur ini. Padahal kalau kita lihat dari sudut pandang bisnis, justru pihak penjual (dalam hal ini wanita PSK) merupakan pihak yang menangguk keuntungan dari bisnis ini. Fungsi seks sebagai rekreasi merupakan sasaran bisnis ini. Hubungan yang dilakukan oleh pria dan wanita untuk rekreasi ini tentunya dirasakan berdua baik oleh pembeli maupun penjual (wanita PSK), tapi yang harus merogoh kocek adalah si lelaki. Sungguh merupakan dobel bonus dan keuntungan buat sang PSK, dapat kesenangan dan juga imbalan materi atas jasa yang dilakukan. Sungguh tidak fair jika faktanya dua-duanya mendapatkan kesenangan yang sama tapi hanya satu pihak yang harus membayarnya. Siapa yang jadi korban dalam bisnis ini? Jawabnya adalah Kaum Lelaki.
Dalam hal ini, alasan ekonomi sebagai pendorong munculnya para PSK bisa dibilang tepat. Bukan karena ekonomi yang kurang mampu sebagai pendorongnya, tapi hukum ekonomi lah yang mendorongnya, bahwa dengan modal sekecil-kecilnya untuk mendapatkan untung yang sebesar-besarnya. Jadi faktor tuntutan ekonomi sebagai alasan di balik layar bisa dikatakan tidak relevan dalam hal ini. Masih ada fakta lain yang menunjukkan bahwa kaum lelaki yang seharusnya lebih pantas disebut sebagai korban.
Dari sudut pandang kesehatan, wanita PSK merupakan pembawa (carrier) berbagai penyakit kelamin seperti HIV AIDS dan sebangsanya. Dengan profesi yang dilakukan artinya secara langsung bersentuhan dengan sekian banyak pelanggan dan hal ini tentunya merupakan pemicu berbagai penyakit tadi. Siapa yang potensial menjadi korbannya? Tentu saja Kaum Lelaki sebagai pelanggannya.
Fakta berikutnya juga menunjukkan Kaum Lelaki sebagai korbannya. Bisnis prostitusi ini sampai saat ini merupakan bisnis ilegal di tanah air ini. Artinya tentu saja dilakukan secara sembunyi-sembunyi walaupun sebenarnya mudah sekali kita jumpai tanpa perlu buka mata buka telinga lebar-lebar. Dengan masih tingginya norma budaya timur bangsa ini, kaum lelaki sebagai pelanggan tentunya tidak akan secara terbuka dalam bertransaksi. Resiko terjaring razia dari aparat menjadi ancaman tersendiri bagi kaum lelaki. Siapa kira-kira yang lebih dirugikan jika terjadi razia dan tertangkap basah. Kaum lelaki sebagai pelanggan merupakan pihak yang jadi korban, nama baik akan tercemar, efek yang besar terhadap kredibilitasnya di lingkungannya. Sedangkan sang PSK, mengingat profesinya dipandang sebagai profesi yang tidak baik jadi nothing to lose kan?
Himbauan buat para wanita PSK, tidak perlu mendramatisir sebagai korban dari profesi ini. Alasan ekonomi tidak cukup kuat sebagai alasan utama yang digeneralisir. Masih banyak wanita, ibu-ibu, janda-janda miskin yang tetap berpegang pada prinsip kehormatan meski harus banting-tulang peras keringat untuk menopang ekonomi keluarga, bukan basah berkeringat dengan nafas tersengal penuh nafsu membara. *agen kompor gas
Buat kaum lelaki, ingat..Anda lah korban dari bisnis ini. Sudah saatnya berteriak untuk menyuarakan diri sebagai korban. Resiko tercemar nama baik, terjangkit penyakit mematikan dan harus mengeluarkan rupiah untuk memberikan kesenangan yang sama buat wanita PSK. Jauhkan diri dari dunia kenikmatan sesaat ini karena kerugian yang akan didapat.
Mungkin pemerintah perlu memberikan subsidi sebagai kompensasi dari seorang korban. Sebagai win-win solution yang cukup realistis sebenarnya apabila bisnis ini tannpa harus mengeluarkan uang sepeser pun alias GRATIS :D
Salam,
HUM
0 comments:
Post a Comment