Wednesday, September 4, 2013

Lebih Baik Negatif Thinking Daripada Positif Hamil

BY HUM IN , , No comments


Positif ? (source: health.liputan6.com)

Strip merah 2…positif.. Alhamdulillah… uppss…. wah.. duh…

Berbagai reaksi muncul ketika melihat hasil test pack. Memang tanda awal kehamilan seoranng wanita sekarang dengan sangat mudah dan instan bisa kita dapat tanpa perlu check ke dokter kandungan sekalipun. ketika periode haid mengalami perubahan, metode check ini cukup ampuh untuk deteksi awal tanda pembuahan sel telur.

Reaksi gembira tentunya adalah hal pertama yang muncul dari seorang yang telah menyandang gelar seorang istri. Tapi tentunya akan menjadi sebaliknya buat seorang wanita dengan status “single“, “in relationship” atau bahkan “complicated” ;-). Reaksi lebih lagi bisa jadi dari seorang Ibu ketika mendapat kabar strip 2 merah dari putrinya yang masih unyu-unyu :D

Pergaulan bebas dan rasa ingin tahu yang besar dari seorang remaja yang menginjak dewasa menambah potensi untuk menjumpai strip 2 yang tidak diharapkan. Pengetahuan yang minim tentang pendidikan seks dan reproduksi ditambah kurangnya perhatian orang tua bisa menjadi pemicu yang potensial. Informasi sepotong-sepotong yang begitu mudah didapatkan di dunia maya maupun obrolan dengan teman sebaya yang dilanjut dengan eksperimen, bisa jadi membuahkan sensasi untuk membuktikan lebih jauh hasil trial and error yang dilakukan. Pada gilirannya, strip merah 2 menjadi hasil akhir dari prosesi trial dan menjadi bahan diskusi dan evaluasi bersama keluarga yang sangat mungkin sekali menjadi pemicu “paksa” bersatunya dua keluarga sehingga mendapat gelar MBA.

Jika ada alat test instan begitu mudah didapatkan, tentunya alat pendukung aktivitastrial tadi juga akan dengan amat mudah kita jumpai. Karet pengaman merupakan alat kontrasepsi yang paling lazim dan gampang kita temui mulai dari apotik, toko obat sampai mini market pun menjual bebas dan terpampang di etalase depan yang cukup mencolok. Seringkali dan biasa kita bisa jumpai anak-anak remaja laki-laki maupun perempuan sudah tidak canggung lagi untuk memasukkan barang tersebut ke dalam keranjang belanjanya. Variasi model dengan berbagai citarasa yang ditawarkan menambah rasa penasaran untuk mencobanya.

Memang bukan tanpa alasan jika para orang tua perlu untuk lebih perhatian, buka mata buka telinga lebar-lebar ketika anak gadisnya beranjak remaja. Negatif thinkingterhadap perilaku anak gadis kita mungkin akan lebih baik daripada menjumpai sang buah hati positif hamil di luar nikah. Negatif thinking di sini dalam artian kita sebagai orang tua tidak bisa tenang dan percaya begitu saja dengan perilaku santun dan lembut anak gadis kita di rumah. Coba sesekali cek aktivitasnya di luar, terlebih aktivitas yang melibatkan teman sebaya dengan jenis kelamin yang berbeda. Seringkali kita mendengar cerita seorang ibu yang mendapati anak gadisnya poisitif hamil di luar nikah, padahal dalam kesehariannya sang anak terlihat sebagai “anak baik-baik”. Justru anak yang terlihat baik-baik saja punya potensi lebih besar untuk “tidak tahu” tentang efek dan resiko dari trial error yang dilakukan.

Ketika beranjak remaja, anak-anak akan cenderung menjauhkan diri secara privacy dari keluarga dekatnya, baik orang tua, saudara kandung atau pun saudara di sekitar rumah. Hal ini sangat wajar karena memang usia remaja merupakan saat-saat seseorang mencari jati diri, berusaha membuktikan kemandiriannya. Fase ini merupakan masa yang cukup kritis dan perlu menjadi perhatian bagi orang tua. Orang tua harus tanggap dengan situasi ini dan mengarahkan rasa ingin tahu mereka tanpa merasa dikekang atau pun diawasi. Bekal pendidikan agama dan moral bisa jadi benteng yang cukup ampuh untuk membangun perisai diri dari dalam sang anak. Sikap terbuka dan menempatkan diri sebagai “teman” bagi sang anak juga akan membuat sang anak untuk merasa nyaman dan  lebih bebas mengungkapkan rasa ingin tahunya ke orang tua.

Untuk bisa lebih “masuk” ke dalam “dunia” anak-anak kita, coba kita bayangkan ketika kita seusia mereka. Ingat-ingat lagi pola pikir kita di saat itu tapi tidak bisa kita samakan persis kondisinya dengan sekarang, perlu tambahan sedikit imajinasi kondisi lingkungan di saat ini. Kalau jaman dahulu wanita umumnya nikah di usia muda, di bawah 20 tahun dan bahkan belum tahu harus berbuat “apa” di malam pertamanya karena memang lugu dan masih minim informasi, wanita jaman sekarang sudah umum menikah di usia matang, di atas 25 tahun, tapi sudah fasih dengan berbagai macam teknik yang akan dipraktekkan saat malam pertama dan malam-malam selanjutnya :-)

Jadi tidak ada salahnya jika kita sebagai orang tua sekarang ini sedikit negatif thinking terhadap anak gadis kita daripada nanti kebingungan tujuh keliling ketika akhirnya positif hamil. ^_^

*terinspirasi dari seseorang yang memberi kabar gembira strip merah 2 hari ini…Alhamdulillah :)

Salam,
HUM


0 comments:

Post a Comment